BAB1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemahaman dan implemetasi literasi informasi
berawal dari kegiatan membaca di perpustakaan. Pada awalnya, anak-anak diajar
untuk bisa membaca. Mulailah mereka diperkenalkan dengan deretan abjad A hingga
Z. Pelajaran ini diberikan kepada para siswa sekolah dasar. Bahkan saat ini,
guru-guru di Taman Kanak-kanak sebagian besar juga sudah mengajari para siswa
kecilnya untuk membaca. Mereka belajar mengenal huruf, diikuti dengan
mengkombinasi huruf hingga akhirnya mereka bisa membaca suku kata menjadi kata
serta mengetahui artinya. Kata demi kata terangkai hingga membentuk sebuah
makna kalimat, kemudian makna paragraph hingga akhirnya makna pokok-pokok
pikiran dalam sebuah cerita.
Ketika anak-anak ini sudah pandai membaca, maka mereka didorong untuk bisa terus mengembangkan kebiasaan membaca mereka. Pada proses inilah, mereka memperlancar keterampilan membaca mereka. Secara tidak langsung mereka juga menyerap makna bacaan yang mereka baca. Mulailah, koleksi buku-buku dimanfaatkan dan perpustakaan sekolah berperan. Lama kelamaan, kegiatan membaca semakin melatih para siswa untuk belajar menangkap ide dan gagasan dari apa yang mereka baca. Pada proses ini juga, kecintaan para siswa pada kegiatan membaca dapat ditumbuhkan. Proses ini menjadi penting, karena kecintaan pada membaca pada usia dini, akan menolong mereka untuk mempelajari literasi informasi, literasi media dan lainnya. Literasi ini menjadi kunci untuk kesuksesan mereka di tahapan pembelajaran selanjutnya.
Perpustakaan sekolah menyediakan sumber-sumber bacaan bagi para siswa. Mereka dapat memilih bacaan yang mereka suka. Di sisi lain, perpustakaan juga sedapat mungkin dapat memenuhi kebutuhan membaca para siswa sesuai dengan tingkat usia mereka. Inilah konsep mula-mula keberadaan perpustakaan. Citra perpustakaan sebagai tempat menyimpan buku-buku sangat melekat dalam benak masyarakat hingga saat ini. Sejalan dengan perkembangannya, koleksi perpustakaan berkembang bukan saja dari segi jumlah buku namun juga kebervariasian jenis bacaan. Mari kita lihat bagaimana keberadaan perpustakaan mula-mula seperti ini kemudian berubah seiring dengan pergeseran peran pustakawannya dan berkembangnya teknologi informasi.
B. Rumusan Masalah
Ketika anak-anak ini sudah pandai membaca, maka mereka didorong untuk bisa terus mengembangkan kebiasaan membaca mereka. Pada proses inilah, mereka memperlancar keterampilan membaca mereka. Secara tidak langsung mereka juga menyerap makna bacaan yang mereka baca. Mulailah, koleksi buku-buku dimanfaatkan dan perpustakaan sekolah berperan. Lama kelamaan, kegiatan membaca semakin melatih para siswa untuk belajar menangkap ide dan gagasan dari apa yang mereka baca. Pada proses ini juga, kecintaan para siswa pada kegiatan membaca dapat ditumbuhkan. Proses ini menjadi penting, karena kecintaan pada membaca pada usia dini, akan menolong mereka untuk mempelajari literasi informasi, literasi media dan lainnya. Literasi ini menjadi kunci untuk kesuksesan mereka di tahapan pembelajaran selanjutnya.
Perpustakaan sekolah menyediakan sumber-sumber bacaan bagi para siswa. Mereka dapat memilih bacaan yang mereka suka. Di sisi lain, perpustakaan juga sedapat mungkin dapat memenuhi kebutuhan membaca para siswa sesuai dengan tingkat usia mereka. Inilah konsep mula-mula keberadaan perpustakaan. Citra perpustakaan sebagai tempat menyimpan buku-buku sangat melekat dalam benak masyarakat hingga saat ini. Sejalan dengan perkembangannya, koleksi perpustakaan berkembang bukan saja dari segi jumlah buku namun juga kebervariasian jenis bacaan. Mari kita lihat bagaimana keberadaan perpustakaan mula-mula seperti ini kemudian berubah seiring dengan pergeseran peran pustakawannya dan berkembangnya teknologi informasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari keterampilan literasi
informasi ?
2. Bagaimana cara agar dapat terampil dalam
literasi informasi ?
C
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari keterampilan
literasi informasi.
2. Untuk mengetahui agar dapat terampil dalam
literasi informasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian keterampilan literasi informasi
Keterampilan adalah kecakapan atau kesanggupan
seseorang dalam melakukan suatu hal.
Istilah information literasi (IL) berangkat
dari pemahaman dasar literasi dan information. Literasi menurut arti katanya
dalam bahasa Inggris mengandung makna huruf, melek huruf dan yang berkaitan
dengan kegiatan membaca dan menulis. Information menurut arti katanya
mengandung sesuatu yang dikatakan, atau bagian dari pengetahuan (The Concise
Oxford Dictionary, 1990). Dalam bahasa Indonesia, kata literasi diterjemahkan
secara bebas menjadi literasi. Dari beberapa bahan referensi seperti kamus dan
thesaurus yang ada, beberapa diantaranya yaitu Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh
Badudu-Zain tahun 2001, Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid 1 tahun 2009 dan
Tesaurus Bahasa Indonesia oleh Eko Endarmoko tahun 2007, tidak ada satupun yang
mendaftar kata “literasi” dalam kumpulan entri mereka. Jika mencari arti kata
yang sama maknanya dengan arti “huruf” dan “kemampuan baca tulis”, maka istilah
yang dapat digunakan adalah aksara dan keberaksaraan (Kamus Umum Bahasa
Indonesia: Badudu-Zain, 2001). Kata “literasi” ditemukan dalam Kamus Bahasa
Melayu Nusantara yang merupakan hasil karya kolaborasi tiga Negara yaitu
Brunei, Indonesia dan Malaysia pada tahun 2003 yang diterbitkan oleh Dewan
Bahasa dan Pustaka Brunei di Bandar Seri Begawan. Entri “literasi”ini digunakan
dalam Negara Brunei dan Malaysia yang berarti kebolehan (kemampuan) menulis dan
membaca; celik huruf, keberaksaraan. Pada saat presentasi, penulis mendapat
masukan dari Prof. Sulistyo Basuki bahwa kata ‘literasi’ ternyata sudah
tercantum pada Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 4 tahun 2012. Dengan
demikian, penggunaan kata ‘literasi informasi’ masuk dalam ranah kosa kata
bahasa Indonesia.
B. Tahapan literasi informasi dapat digambarkan
ke dalam sebuah siklus yang terdiri dari enam langkah, yaitu:
1.Need/ kebutuhan informasi adalah kebutuhan
dalam langkah awal ini merupakan sebuah kata benda dan bukan kata kerja, karena
kebutuhan merupakan bagian dalam kehidupan manusia yang muncul bukan karena suatu
pekerjaan yang sengaja dilakukan atau diadakan oleh manusia. Hal ini berdampak
pada kemunculannya yang tidak tergantung pada suatu usaha, namun suatu keadaan
yang muncul sebagai efek kehidupan manusia. Misalnya, kebutuhan dasar manusia
akan sandang, pangan dan papan. Demikian pula munculnya kebutuhan informasi
manusia. Dalam kehidupan pribadi, kebutuhan informasi biasanya berkaitan dengan
suatu masalah yang harus diselesaikan. Contohnya dalam kehidupan bersekolah,
siswa membutuhkan informasi saat ia harus menyelesaikan tugas karya tulisnya
ataupun tugas akhir. Seorang dosen membutuhkan informasi untuk melengkapi bahan
ajar yang akan disampaikan kepada para mahasiswanya. Jadi, kebutuhan disini
menandai bahwa ia tidak akan bisa lepas dari manusia selama ia menjalani
kehidupannya. Bukan karena ia menginginkan kebutuhan itu, namun lebih karena
kebutuhan itu muncul dengan sendirinya secara terus menerus. Kebutuhan ini
lebih berkaitan dengan adanya unsur pemecahan masalah dalam kehidupan
sehari-hari, baik itu dalam kehidupan pribadi maupu dalam kehidupan formal di
dunia pendidikan dan pekerjaan.
2.ACCESS/Akses informasi adalah langkah selanjutnya saat seseorang menyadari bahwa ia membutuhkan informasi adalah to access, kata kerja yang menunjukkan kegiatan aktif seseorang untuk mengakses informasi. Akses informasi dilakukan saat seseorang memutuskan kemana ia harus pergi dalam usaha memenuhi kebutuhan informasinya tadi. Akses informasi terjadi saat ia membuka laptopnya dan membuka file ‘perpustakaan digital’nya, atau saat ia ke rak buku koleksi pribadi atau saat ia ke perpustakaan. Akses adalah kegiatan aktif manusia memasuki sumber informasi yang diperlukan.
3.LOCATE/Penelusuran adalah proses kegiatan aktif selanjutnya saat ia sudah berada di sumber informasi adalah menemukan informasi yang diperlukannya. Misalnya, saat ia berada di sebuah perpustakaan, maka ia akan secara aktif menelusur untuk menemukan informasi yang sesuai kebutuhannya. Katalog perpustakaan akan menunjukkan padanya beragam media yang memiliki informasi yang diperlukan. Bisa saja ia menemukan sebuah film, lima buah buku serta tiga jurnal yang mempunyai informasi yang terkait dengan masalah yang ingin ia pecahkan. Dari sini ia akan masuk dalam tahap penyelarasan (Synthesize)
4. SYNTHESIZE/Penyelarasan adalah Proses sintesis atau menyelaraskan informasi yang diperoleh dari beragam media tadi merupakan tahapan penting dalam seseorang memecahkan permasalahannya. Pemikiran kritis sangat diperlukan dalam tahap ini. Ia perlu mengkritisi apakah semua informasi yang diperolehnya itu ia perlukan. Lebih jauh lagi, pemikiran kritis diperlukan saat ia membangun sebuah pengetahuan baru dari proses perolehan informasi yang diperlukannyaitu.
5.CREATE/Penciptaan adalah tahap menemukan jawaban atas masalah yang dipecahkan tadi. Bentuk penciptaan sendiri bisa beragam tergantung pada kebutuhan seseorang. Pada pendidikan formal, kebanyakan penciptaan terjadi dalam bentuk karya tulis. Dalam bagan MIL di atas, penciptaan yang dibagikan atau disuarakan ke masyarakat umum merupakan bentuk kontribusi aktif warga dalam mewujudkan demokrasi dan good governance.
6.EVALUATE/Pengevaluasian adalah evaluasi yang dilakukan mencakup dua aspek, yaitu aspek proses perolehan jawaban atas masalah yang ditemui, sejak tahap NEED hingga CREATE serta evaluasi isi, yaitu evaluasi terhadap hasil atau jawaban itu sendiri. Mengapa evaluasi ini penting dan harus ada? Jawabannya adalah karena siklus literasi informasi ini akan terus berputar dan jawaban atas permasalahan yang dipecahkan akan tersimpan dan membentuk pengetahuan baru seseorang. Evaluasi memungkinkan perbaikan dari ‘kesalahan’ proses maupun penyempurnaan jawaban, dan disinilah letak proses pembelajaran seseorang. Proses pembelajaran ini akan terus berlangsung karena manusia akan terus mempunyai kebutuhan informasi dalam kehidupannya.
2.ACCESS/Akses informasi adalah langkah selanjutnya saat seseorang menyadari bahwa ia membutuhkan informasi adalah to access, kata kerja yang menunjukkan kegiatan aktif seseorang untuk mengakses informasi. Akses informasi dilakukan saat seseorang memutuskan kemana ia harus pergi dalam usaha memenuhi kebutuhan informasinya tadi. Akses informasi terjadi saat ia membuka laptopnya dan membuka file ‘perpustakaan digital’nya, atau saat ia ke rak buku koleksi pribadi atau saat ia ke perpustakaan. Akses adalah kegiatan aktif manusia memasuki sumber informasi yang diperlukan.
3.LOCATE/Penelusuran adalah proses kegiatan aktif selanjutnya saat ia sudah berada di sumber informasi adalah menemukan informasi yang diperlukannya. Misalnya, saat ia berada di sebuah perpustakaan, maka ia akan secara aktif menelusur untuk menemukan informasi yang sesuai kebutuhannya. Katalog perpustakaan akan menunjukkan padanya beragam media yang memiliki informasi yang diperlukan. Bisa saja ia menemukan sebuah film, lima buah buku serta tiga jurnal yang mempunyai informasi yang terkait dengan masalah yang ingin ia pecahkan. Dari sini ia akan masuk dalam tahap penyelarasan (Synthesize)
4. SYNTHESIZE/Penyelarasan adalah Proses sintesis atau menyelaraskan informasi yang diperoleh dari beragam media tadi merupakan tahapan penting dalam seseorang memecahkan permasalahannya. Pemikiran kritis sangat diperlukan dalam tahap ini. Ia perlu mengkritisi apakah semua informasi yang diperolehnya itu ia perlukan. Lebih jauh lagi, pemikiran kritis diperlukan saat ia membangun sebuah pengetahuan baru dari proses perolehan informasi yang diperlukannyaitu.
5.CREATE/Penciptaan adalah tahap menemukan jawaban atas masalah yang dipecahkan tadi. Bentuk penciptaan sendiri bisa beragam tergantung pada kebutuhan seseorang. Pada pendidikan formal, kebanyakan penciptaan terjadi dalam bentuk karya tulis. Dalam bagan MIL di atas, penciptaan yang dibagikan atau disuarakan ke masyarakat umum merupakan bentuk kontribusi aktif warga dalam mewujudkan demokrasi dan good governance.
6.EVALUATE/Pengevaluasian adalah evaluasi yang dilakukan mencakup dua aspek, yaitu aspek proses perolehan jawaban atas masalah yang ditemui, sejak tahap NEED hingga CREATE serta evaluasi isi, yaitu evaluasi terhadap hasil atau jawaban itu sendiri. Mengapa evaluasi ini penting dan harus ada? Jawabannya adalah karena siklus literasi informasi ini akan terus berputar dan jawaban atas permasalahan yang dipecahkan akan tersimpan dan membentuk pengetahuan baru seseorang. Evaluasi memungkinkan perbaikan dari ‘kesalahan’ proses maupun penyempurnaan jawaban, dan disinilah letak proses pembelajaran seseorang. Proses pembelajaran ini akan terus berlangsung karena manusia akan terus mempunyai kebutuhan informasi dalam kehidupannya.
C. Langkah-langkah dalam mencapai keterampilan
literasi informasi
British Model (Wools, 2006) adalah sebuah model yang pertama dikembangkan pada tahun 1981 oleh Michael Marland dalam bukunya Information Skills in the Secondary Curriculum (Wools,2006:1). Model ini adalah yang pertama kali muncul setelah pertama kali dicetuskan konsepnya pada tahun 1974. Tepat tiga tahun dari target yang ditetapkan Zurkowski dalam usulannya untuk mencapai literasi informasi universal di Amerika. Model ini diterapkan dan disebut dengan keterampilan informasi. British Model mempunyai sembilan langkah yaitu :
(1)Memformulasikan dan menganalisa kebutuhan
(2)Mengidentifikasi dan memeriksa sumber-sumber informasi
(3)Menelusur dan menemukan sumber-sumber individu
(4)Menguji, memilih sumber-sumber informasi
(5)Mengintegrasikan sumber-sumber informasi tersebut
(6)Menyimpan dan mensortir informasi
(7)Menginterpretasikan, menganalisa, mensintesiskan dan mengevaluasi informasi
(8)Mempresentasikan atau mengkomunikasikan informasi dan
(9) Mengevaluasi.
British Model (Wools, 2006) adalah sebuah model yang pertama dikembangkan pada tahun 1981 oleh Michael Marland dalam bukunya Information Skills in the Secondary Curriculum (Wools,2006:1). Model ini adalah yang pertama kali muncul setelah pertama kali dicetuskan konsepnya pada tahun 1974. Tepat tiga tahun dari target yang ditetapkan Zurkowski dalam usulannya untuk mencapai literasi informasi universal di Amerika. Model ini diterapkan dan disebut dengan keterampilan informasi. British Model mempunyai sembilan langkah yaitu :
(1)Memformulasikan dan menganalisa kebutuhan
(2)Mengidentifikasi dan memeriksa sumber-sumber informasi
(3)Menelusur dan menemukan sumber-sumber individu
(4)Menguji, memilih sumber-sumber informasi
(5)Mengintegrasikan sumber-sumber informasi tersebut
(6)Menyimpan dan mensortir informasi
(7)Menginterpretasikan, menganalisa, mensintesiskan dan mengevaluasi informasi
(8)Mempresentasikan atau mengkomunikasikan informasi dan
(9) Mengevaluasi.
3) Empowering 8 (Wijetunge & Alahakoon,
2005:14) Pada tahun 2004, sebuah modul yang dirancang khusus untuk kepentingan
orang-orang Asia dirumuskan dalam sebuah pertemuan International Workshop on
Information Skills for Learning yang diorganisasi oleh IFLA/ALP dan NILIS di
University of Colombo, Sri Lanka. Model yang dihasilkan oleh peserta dari
negara-negara Asia ini disebut dengan Empowering 8 dan dipercaya sebagai model
yang cocok penerapannya di negara-negara Asia. Ke delapan langkah tersebut
adalah:
(1)Mengidentifikas imasalah (2) Mengeksplorasi sumber informasi (3) Memilih sumber informasi (4) Menyusun informasi yang diperoleh (5) Menciptakan sebuah pengetahuan baru dari informasi yang terkumpul sebagai jawaban dari masalah (6) Mempresentasikan pengetahuan baru yang sudah tercipta (7) Memberi penilaian terhadap pengetahuan baru tersebut (8) Mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut.
(1)Mengidentifikas imasalah (2) Mengeksplorasi sumber informasi (3) Memilih sumber informasi (4) Menyusun informasi yang diperoleh (5) Menciptakan sebuah pengetahuan baru dari informasi yang terkumpul sebagai jawaban dari masalah (6) Mempresentasikan pengetahuan baru yang sudah tercipta (7) Memberi penilaian terhadap pengetahuan baru tersebut (8) Mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut.
D. Arti penting keterampilan literasi informasi
Kefasihan generasi muda dalam menggunakan
peralatan informasi dan komunikasi seperti komputer, telepon genggam,
Blackberry yang mempunyai koneksi internet yang kemudian memudahkan akses
beragam informasi dari peralatan tersebut telah menciptakan sebuah fenomena
baru dalam gaya hidup anak-anak muda saat ini. Godwin (2008:5) menyebut
generasi ini sebagai “generasi web” atau “generasi Google”. Berbeda dengan
generasi sebelumnya, misalnya generasi yang bergantung secara manual dalam
pengoperasian benda-benda elektronik, generasi Google ini begitu fasih dalam
menggunakan teknologi informasi terpasang (online). Mereka akan dengan segera
mengoperasikan perangkat tersebut dan mencari tahu fungsi-fungsi apa dari
peralatan itu yang dapat dimanfaatkan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara khusus berkaitan dengan kecenderungan kefasihan mereka dalam berteknologi. Ketika memanfaatkan internet, setiap orang dapat dengan mudah mengunggah beragam informasi di dalamnya. Mereka bisa bebas mengekspresikan ide-ide atau karya-karyanya di dunia maya tersebut. Setelah informasi tadi diunggah, tidak ada pihak manapun yang secara khusus bertugas untuk melakukan koreksi atau filterasi terhadap informasi tersebut.
Situasi inilah yang semestinya diwaspadai oleh para orang tua atau guru, karena menurut Godwin (2008), generasi Google menganggap apa yang tertulis dan tercantum di web pasti benar serta penelusuran tunggal seperti Amazon dan Google dapat memberikan kepuasan instan (p.6)
Perilaku perolehan informasi yang sudah ditemukan juga layak menjadi perhatian. Generasi Google ini, menurut Godwin, tidak mempedulikan etika dalam penggunaan isi dari sumber-sumber itu karena mereka tidak paham atau tidak perduli (Godwin, 2008;6). Mereka menganggap penggunaan informasi yang dibutuhkan dengan menerapkan perilaku cut and paste merupakan hal yang biasa dan tidak menyadari bahwa informasi yang diperoleh ini perlu dibaca ulang dan diolah sebelum akhirnya digunakan.
Perilaku generasi Google yang digambarkan oleh Godwin tersebut perlu mendapat perhatian orang tua di rumah dan para guru di sekolah dalam kegiatan pembelajaran mereka. Sikap menghargai hasil karya orang lain dan kejujuran dalam menggunakan informasi yang diperoleh patut ditanamkan sedini mungkin. Keterampilan menemukan, mengevaluasi serta menggunakan informasi secara etis adalah salah satu dari serangkaian keterampilan literasi informasi. Pengajaran keterampilan literasi informasi secara utuh menjadi penting untuk mengakomodasi perilaku generasi Google sebagaimana digambarkan sebelumnya.
Setelah melihat bagaimana pengaruh teknologi pada siswa hingga mereka membutuhkan keterampilan literasi informasi, Farmer & Henri (2008) mengungkapkan pula bagaimana literasi informasi memberikan pengaruh pada kegiatan membaca siswa. Selain dapat meningkatkan reading comprehension para siswa, literasi informasi yang diintegrasikan dan dirancang secara kolaboratif dalam kegiatan akademisi akan meningkatkan kemampuan pembelajaran dan produk penelitian mereka. Lebih dari itu, para siswa yang diajarkan keterampilan literasi informasi di sekolah menengah lebih sukses di pendidikan tingginya daripada siswa yang tidak mendapatkan pelajaran literasi itu sebelumnya Farmer
Dengan demikian, keterampilan literasi informasi yang melekat pada para siswa selain akan membawa kesuksesan dalam pendidikan formalnya, akan membekali mereka juga dengan sendirinya ketika mereka menjadi anggota masyarakat. Mereka menggunakan informasi dari beragam sumber untuk memecahkan masalah yang dihadapinya serta membuat keputusan. Akhirnya, dengan keterampilan literasi informasi yang melekat dalam kehidupan mereka, terbentuklah sebuah sikap yang dapat menjadi kebiasaan positif yang menjadikan mereka pembelajar seumur hidup.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara khusus berkaitan dengan kecenderungan kefasihan mereka dalam berteknologi. Ketika memanfaatkan internet, setiap orang dapat dengan mudah mengunggah beragam informasi di dalamnya. Mereka bisa bebas mengekspresikan ide-ide atau karya-karyanya di dunia maya tersebut. Setelah informasi tadi diunggah, tidak ada pihak manapun yang secara khusus bertugas untuk melakukan koreksi atau filterasi terhadap informasi tersebut.
Situasi inilah yang semestinya diwaspadai oleh para orang tua atau guru, karena menurut Godwin (2008), generasi Google menganggap apa yang tertulis dan tercantum di web pasti benar serta penelusuran tunggal seperti Amazon dan Google dapat memberikan kepuasan instan (p.6)
Perilaku perolehan informasi yang sudah ditemukan juga layak menjadi perhatian. Generasi Google ini, menurut Godwin, tidak mempedulikan etika dalam penggunaan isi dari sumber-sumber itu karena mereka tidak paham atau tidak perduli (Godwin, 2008;6). Mereka menganggap penggunaan informasi yang dibutuhkan dengan menerapkan perilaku cut and paste merupakan hal yang biasa dan tidak menyadari bahwa informasi yang diperoleh ini perlu dibaca ulang dan diolah sebelum akhirnya digunakan.
Perilaku generasi Google yang digambarkan oleh Godwin tersebut perlu mendapat perhatian orang tua di rumah dan para guru di sekolah dalam kegiatan pembelajaran mereka. Sikap menghargai hasil karya orang lain dan kejujuran dalam menggunakan informasi yang diperoleh patut ditanamkan sedini mungkin. Keterampilan menemukan, mengevaluasi serta menggunakan informasi secara etis adalah salah satu dari serangkaian keterampilan literasi informasi. Pengajaran keterampilan literasi informasi secara utuh menjadi penting untuk mengakomodasi perilaku generasi Google sebagaimana digambarkan sebelumnya.
Setelah melihat bagaimana pengaruh teknologi pada siswa hingga mereka membutuhkan keterampilan literasi informasi, Farmer & Henri (2008) mengungkapkan pula bagaimana literasi informasi memberikan pengaruh pada kegiatan membaca siswa. Selain dapat meningkatkan reading comprehension para siswa, literasi informasi yang diintegrasikan dan dirancang secara kolaboratif dalam kegiatan akademisi akan meningkatkan kemampuan pembelajaran dan produk penelitian mereka. Lebih dari itu, para siswa yang diajarkan keterampilan literasi informasi di sekolah menengah lebih sukses di pendidikan tingginya daripada siswa yang tidak mendapatkan pelajaran literasi itu sebelumnya Farmer
Dengan demikian, keterampilan literasi informasi yang melekat pada para siswa selain akan membawa kesuksesan dalam pendidikan formalnya, akan membekali mereka juga dengan sendirinya ketika mereka menjadi anggota masyarakat. Mereka menggunakan informasi dari beragam sumber untuk memecahkan masalah yang dihadapinya serta membuat keputusan. Akhirnya, dengan keterampilan literasi informasi yang melekat dalam kehidupan mereka, terbentuklah sebuah sikap yang dapat menjadi kebiasaan positif yang menjadikan mereka pembelajar seumur hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterampilan
adalah kecakapan atau kesanggupan seseorang dalam melakukan suatu hal.
Istilah
information literasi (IL) berangkat dari pemahaman dasar literasi dan
information. Literasi menurut arti katanya dalam bahasa Inggris mengandung
makna huruf, melek huruf dan yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan
menulis. Information menurut arti katanya mengandung sesuatu yang dikatakan,
atau bagian dari pengetahuan (The Concise Oxford Dictionary, 1990).
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari
masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar penyusunan makalah kami yang selanjutnya dapat
lebih baik lagi.
( KETERAMPILAN LITERASI INFORMASI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar