Selasa, 12 Mei 2015

Makalah Sanad dan Matan Hadist

Makalah Ilmu Hadist
“SANAD DAN MATAN HADIST”


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
            Puji syukur  kehadirat  Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Ilmu Hadist ini dengan topik Sanad dan Matan Hadist. Makalah ini dibuat sehubungan dengan tugas yang diberikan dosen kami bpk. SASUKE  untuk memenuhi nilai mata kuliah Ilmu Hadist .
     Dengan diselesaikannya tugas makalah  ini, kami harapkan dapat memenuhi syarat penilaian tugas  dan berguna untuk para pembacanya.
            Penulis menyadari  bahwa makalah ini masih  jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan pembuatan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Amin
Wassalamualaikum wr.wb
                                                                                                



Penulis       









i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….............. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………............ ii
BAB I PENDAHULUAN
    I.1. Latar Belakang………………………………………………………………...... 1
    I.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………..... 1
    I.3. Tujuan………………………………………………………………………....... 1
BAB II PEMBAHASAN
    II.1. Pengertian Sanad ................................................................................................ 2
    II.2. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadist dan Penentuan Kualitas
        Hadist……………………………………………………………….................. 2
II.3. Pengertian   Matan  Hadist   serta    Sebab-sebab    Terjadinya Perbedaan
        Kandungan Matan……………………………………………………………
BAB III PENUTUP
III.1. Kesimpulan……………………………………………. ……………………
III.2. Saran……………………………………………. …………………………..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………. ……………………………...














ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur’an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Sanad dan matan merupakan dua unsur pokok hadits yang harus ada pada setiap hadist, antara keduanya memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisakan. Suatu berita tentang rasulullah SAW (matan) tanpa ditemukan rangkaian atau susunan sanadnya, yang demikian tidak dapat disebutkan hadits, sebaliknya suatu susunan sanad, meskipun bersambung sampai rasul, jika tidak ada berita yang dibawanya, juga tidak bisa disebut hadist.
Pembicaran dua istilah diatas, sebagai dua unsur pokok hadist, matan dan sanad diperlukan setelah rasul wafat. Hal ini karna berkaitan dengan perlunya penelitian terhadap otentisitas isi berita itu sendiri apakah benar sumbernya dari rasul atau bukan.Upaya ini akan menentukan bagaimana kualitas hadits tersebut, yang akan dijadikan dasar dalam penetapan syari’at islam.

I.2. Rumusan Masalah
    Rumusan masalah dibuatnya makalah ini adalah:
1)    Apa pengertian sanad?
2)    Apa peranan sanad dalam pendokumentasian hadist dan penentuan kualitas hadist?
3)    Apa pengertian matan hadist serta sebab-sebab terjadinya perbedaan kandungan matan?
I.3. Tujuan
    Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah:
1)    Mengetahui pengertian sanad
2)    Mengetahui peranan sanad dalam pendokumentasian hadist dan penentuan kualitas hadist
3)    Mengetahui pengertian matan hadist serta sebab-sebab terjadinya perbedaan kandungan matan
BAB II
PEMBAHASAN


II.1 Pengertian Sanad
Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang berati mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah). Dikatakan demikian karena, karena hadist itu bersandar kepadanya dan dipegangi atas kebenaranya.
Secara temionologis,difinisi sanad iyalah :
سلسلة الرجال الموصلة للمتن
” silsilah orang-orang yang mehubungkan kepada matan hadis”.

Silsilah orang maksudnya, ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang meyampaikan materi hadis tersebut, sejak yang disebut pertama sampai kepada Rasul SAW, yang perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainya merupakan materi atau matan hadits.
Dengan pengertian di atas, maka sebutan sanad  hanya berlaku pada serangkaian orang-orang, bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan. Sedang sebutan pribadi, yang menyampaikan hadis dilihat dari sudut orang perorangannya, disebut dengan Rawi. Jadi sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadits.
Contoh sanad hadis:

Artinya:
"Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian yang lainnya. " (Al-Hadis)


II.2. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadist dan Penentuan Kualitas Hadist
a.    Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadist
o    Untuk pengamanan atau pemeliharaan matan Hadis.
Sanad  Hadis dilihat dari sudut rangkaian atau silsilahnya terbagi kepada beberapa thabaqah atau tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut menunjukkan urutan generasi demi generasi yang antara satu dengan yang lainnya bertautan atau bersambung.

Kegiatan pendokumentasian hadis, terutama pengumpulan dan penyimpanan hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tulisan yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’I al-tabi’in dan mereka yang datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu disebut dengan sanad, sampai pada generasi yang membukukan hadis-hadis tersebut.

Seperti Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hambal, Bukhari, Muslim dan yang lainnya, telah menyebabkan terperliharanya hadis-hadis Nabi SAW sampai ke tangan kita sekarang ini.
Menurut Al-Azami, pada tingkatan sahabat pengumpulan dan pemeliharaan hadis dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
•    Learning by Memorizing, yaitu dengan cara mendengarkan setiap perkataan Nabi SAW secara hati-hati dan menghafalkannya;
•    Learning trough writing, yaitu mempelajari hadis dan menyimpannya dalam bentuk tulisan;
•    Learning by practice, yaitu para sahabat mempraktikan setiap apa yang mereka pelajari mengenai hadis, yang diterimanya baik melalui hafalan maupun melalui tulisan.
Ada delapan metode mempelajari hadis yang dikenal dikalangan para ulama hadis, yaitu:
1.    Sama’, yaitu bacaan guru untuk murid-muridnya
2.    ‘Ardh, yaitu bacaan oleh para murid kepada guru.
3.    Ijazah, yaitu member izin kepada seseorang untuk meriwayatkan sebuah hadis atau buku yang bersumber darinya tanpa terlebih dahulu hadis tau buku tersebut dibaca dihadapannya.
4.    Munawalah, yaitu memberikan kepada seseorang sejumlah hadis tertulis untuk diriwayatkan atau disebarluaskan.
5.    Kitabah, yaitu menuliskan hadis untuk seseorang yang selanjutnya untuk diriwayatkan kepada orang lain.
6.    I’lam, yaitu memberi tahu seseorang tentang kebolehan untuk meriwayatkan hadis dari buku tertentu berdasarkan atas otoritas ulama tertentu.
7.    Washiyyat, yaitu seseorang mewasiatkan sebuah buku atau catatan tentang hadis kepada oraang lain yang dipercayainya dan dibolehkannya untuk meriwayatkan kepada orang lain.
8.    Wajadah, yaitu mendapatkan buku atau catatan seseorang tentang hadis tanpa mendapatkan izin dari yang bersangkutan untuk meriwayatkan hadis tersebut kepada orang lain. Dan cara yang seperti ini dipandang oleh para ulama sebagai cara untuk menerima atau mempelajari hadis.
Pendokumentasian hadis dengan cara-cara diatas merupakan suatu kontribusi besar bagi keterpeliharaan dan kesinambungan ajaran agama islam yang telah disumbangkan oleh para sanad hadis.

o    Untuk penelitian kualitas Hadis
Bersambung atau tidaknya sanad sangat berpengaruh pada tingkat kualitas Hadis sehingga ke-hujjah-an Hadis adakalanya bisa diterima (Maqbul) dan adakalanya ditolak (Mardud).
b.    Peranan Sanad dalam Penetuan Kualitas Hadis
Kualitas artinya mutu, nilai, tingkat, atau kadar sesuatu. Maka kualitas hadits artinya mutu suatu hadits, atau tingkat serta nilai yang disandang oleh suatu hadits. Berbicara soal nilai atau mutu disni dimaksudkan apakah suatu hadits itu dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu kepastian ajaran agama atau tidak. Dengan demikian penentuan kualitas hadits berkaitan erat denngan pemakaian atau penerapannya.
Status dan kualitas suatu hadis apakah dapat diterima (maqbul) atau ditolak (mardud)  tergantung kepada sanad dan matan hadis tersebut. Apabila syaratnya tidak terpenuhi maka hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Kualitas hadist yang dapat diterima sebagai dalil atau hujjah adalah shahih dan hasan, dan keduanya disebut juga sebagai hadis maqbul (hadis yang dapat diterima sebagai dalil atau dasar penetapan suatu hukum). Diantara syarat qabul suatu hadis adalah berhubungan erat dengan sanad hadis tersebut, yaitu:
1)    Sanad-nya bersambung;
2)    Bersifat adil; dan
3)    Dhabith
4)    Dan syarat selanjutnya berhubungan erat dengan matan hadis, yaitu:
5)    Hadisnya tidak syadz, dan
6)    Tidak terdapat padanya ‘illat.

    Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadis. Bila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi. Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.
Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya rawi yang menjadi sumber berita, Hadis terbagi menjadi dua macam, yaitu Mutawatir dan Ahad.
1.    Hadis Mutawatir
Adalah;
ما رواه جمع تحيل العادة تواطؤهم على الكذب عن مثلهم من أول السند إلى منتهاه
“Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta sejak awal sanad sampai akhir sanad”
Menurut definisi lain menyebutkan:
الذي رواه جمع كثير لا يمكن تواطؤهم على الكذب عن مثلهم إلى انتهاء السند وكان مستندهم الحس
“Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad. Hadis yang diriwayatkan itu didasarkan pada pengamatan panca indra”
Menurut definisi yang lebih singkat disebutkan:
ما رواه جمع عن جمع تحيل العادة تواطؤهم على الكذب
“Hadis yang diriwayatkan banyak orang dan diterima dari banyak orang pula, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta”
Berdasarkan ketiga definisi di atas diketahui adanya empat hal yang harus terpenuhi pada pada suatu Hadis yang dikategorikan Mutawatir, yaitu:
•    Diriwayatkan oleh banyak perawi
•    Adanya keyakinan bahwa mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta.
•    Adanya kesamaan atau keseimbangan jumlah sanad pada tiap-tiap thabaqahnya.
•    Berdasarkan tanggapan pancaindra

2.    Hadis Ahad
Yang dimaksud hadis Ahad adalah:
ما لم يجمع شروط المتواتر
“Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat Mutawatir”    
Ulama lain mendefinisikan dengan “Hadis yang sanad-nya shahih dan bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi SAW), tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak sampai kepada qath’i  atau yakin.
Dari pengertian di atas ada dua hal yang harus digaris bawahi, pertama, dari sudut kuantitas perawinya Hadis Ahad berada di bawah Hadis Mutawatir . Kedua, dari sudut isinya Hadis Ahad  memberikan faedah zhanni bukan qath’i. Kedua hal inilah yang membedakannya dengan Hadis Mutawatir.
a)        Hadis Masyhur, ialah
ما رواه الثلاثة فأكثر ولم يصل درجة التواتر
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat mutawatir”
b)       Hadis ‘Aziz
Hadis Aziz ialah:
ما رواه اثنان ولو كان في طبقة واحدة، ثم رواه بعد ذلك جماعة.
“Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun hanya terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian pada setelahnya diriwayatkan oleh orang banyak”
c)       Hadis Gharib
Yang dinamakan Hadis Gharib ialah:
ما يتفرد بروايته شخص واحد في أي مَوضِعٍ وقعَ التفردُ به من السند
“Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan di mana saja dalam penyendirian itu terjadi “
Dilihat dari segi kualitasnya hadits terbagi menjadi tiga yaitu:
1)    Hadits shahih
Hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh periwayat yang adil lagi dhabith dari periwayat lain yang juga adil dan dhabit hingga akhir sanad,hadits itu tidak rancu dan tidak cacat.
2)    Hadits hasan
Hadits hasan ialah hadits yang bersambung sanad nya diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhabith-nya tidak sempurna tidak rancu dan cacat.
3)    Hadits daif ialah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hadits hasan.

II.3. Pengertian Matan Hadist serta Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
a.    Pengertian Matan Hadist
Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti ma shaluba wa irtafa’amin al-aradhi (tanah yang meninggi). Secara terminologis, istilah matan memiliki beberapa difinisi, yang mana maknanya sama yaitu materi atau lafazh hadits itu sendiri. Pada salah satu definisi yang sangat sederhana misalnya, disebutkan bahwa matan ialah ujung atau tujuan sanad . Dari definisi diatas memberi pengertian bahwa apa yang tertulis setelah (penulisan) silsilah sanad adalah    matan    hadits.
Pada definisi lain seperti yang dikatakan ath-thibi mendifinisikan dengan :”lafazh-lafazh hadits    yang didalamnya megandung makna-makna     tertentu”.
Jadi dari pegertian diatas semua, dapat kita simpulkan bahwa yang disebut matan ialah materi atau lafazh hadits itu sendiri, yang penulisannya ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.
Contoh Matan Hadis:
Misalnya perkataan Anas bin Malik ra. :

كنا نصلى مع رسول الله صلى الله عليه و سلم فى شدة الحر فإذا لم يستطع أحدنا أن يمكن جبهته من الأرض بسط وبه فسجد عليه

“ Kami shalat bersama-sama Rasulullah Saw. pada saat udara sangat panas, jika salah seorang dari kami tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah, maka ia bentangkan pakaiannya lalu sujud di atasnya”.

Begitu juga hadits Nabi Saw. tentang hukum bacaan basmalah dalam shalat dengan bentuk redaksi yang bervariasi sesuai dengan redaksi paramukharrij-nya, yaitu:

a)                  Hadits riwayat Imam Muslim, yaitu:

1).
لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب رواه مسلم
“ Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat fatihahnya kitab”. Hadits riwayat Muslim.

2).
            لا صلاة لمن لم يقرأ بأم القرآن
            “... Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca ummil quran (al-fatihah). Hadits riwayat Muslim.

3).
            لا صلاة لمن لم يقترى بأم القرآن
            “... Tidak sah shalat seseorang yang tidak mengikuti bacaan ummil quran (al-fatihah). Hadits riwayat muslim.
             
4).      
                                                                                     من لم يقرأ بأم القرآن فلا صلاة له
            “... siapa saja yang shalat tidak membaca ummil quran (al-fatihah), maka tidaklah ia shalat. Hadits riwayat muslim.
                                              
b)                  Hadits riwayat Imam Abu Dawud, yaitu:

                                                لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب فصاعدا
            “... Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat fatihahnya kitab lalu seterusnya. Hadits riwayat Abu Dawud.

c)                  Hadits riwayat Ibnu Majah, yaitu :

                                                                        لا صلاة لمن لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب     
“... Tidak sah shalat seseorang yang dalam shalatnya tidak membaca fatihahnya kitab. Hadits riwayat ibnu Majah.

Contoh 2:

Misalnya perkataan sahabat Anas bin Malik r.a.:

كنا نصلى مع ر سو ل ا اللة صلعم فى شد ة الحر فاءذا لم يستطىع ا حد نا ان يىمكن جبهته من                                                                   زالارض بسط ثو به فسجد عليه.

“Kami bersembahyang bersama-sama Rosulullah S.A.W. pada waktu udara sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tak sanggup menekankan dahinya diatas tanah, maka ia bentangkan pakaiannya, lantas sujud diatasnya.”

Perkataan Sahabat yang menjelaskan perbuatan salahseorang sahabat yang tidak disanggah Nabi ( (كنا- فسجد علي disebut Matan hadis.
Contoh matan hadis sebagai berikut:
عن ابى هر يرة رضى ا لله عنه قال قال ر سو ل ا لله صلعم : نعمتا ن مغبو ن فيهما كثير
 من النا س:ا اصحة و الفراع.(ا لبخا رى)
Yang bergarisbawah dalam hadist diatas adalah Matan. Jadi matan bisa disebut dengan lafdul hadist atau isi dari suatu hadist.



b.    Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Kandungan Matan
Yang dimaksud dengan “kandungan matan”disini adalah teks yang terdapat di dalam Matan suatu Hadis mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan yang disandarkan kepada Rasulullah Saw.atau tegasnya, kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu hadis. Penyebab utama terjadinya perbedaan kandungan matan suatu hadis adalah:
1.    Periwayatan hadis secara makna
Sering dijumpai  dalam kitab-kitab hadis perbedaan redaksi dari matan suatu hadis mengenai satu masalah yang sama. Hal ini tidak lain adalah karena terjadinya periwayatan hadist yang dilakukan secara maknanya saja (riwayat bil-ma’na), bukan berdasarkan oleh Rasulullah.Jadi, periwayatan Hadis yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadis.

2.    Beberapa ketentuan  dalam periwayatan hadis secara makna
Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah selain sahabat boleh meriwayatkan hadis secara makna,atau tidak boleh. Abu bakar ibn al-Arabi (w.573 H/1148 M) berpendapat bahwa selain sahabat nabi Saw tidak diperkenankan meriwayatkan hadis secara makna. Alasan yang dikemukakan oleh ibn al-Arabi adalah:
Pertama, Shahabat memiliki pengetahuan bahasa Arab yang tinggi (al-fashahah wa al-balaghah) dan kedua, sahabat menyaksikan langsung keadaan dan perbuatan Nabi Saw.
 Akan tetapi, kebanyakan ulama hadis membolehkan periwayatan Hadis secara makna meskipun dilakukan oleh selain Sahabat, namun dengan beberapa ketentuan. Diantara ketentuan-ketentuan yang disepakati para Ulama Hadis adalah :
•    Yang boleh meriwayatkan Hadis secara makna hanyalah mereka yang benar-benar memiliki pengetahuan bahasa arab yang mendalam.
•    Periwayatan dengan makna dilakukan bila sangat terpaksa,misalnya karena lupa susunan secara harfiah.
•    Yang di riwayatkan dengan makna bukanlah sabda Nabi dalam bentuk bacaan yang sifatnya Ta’abbudi, seperti bacaan zikir, doa, azan, takbir, dan sahabat, dan juga bukan sabda Nabi yang dalam bentuk jawami al-kalim.
•    Periwayat yang meriwayatkan Hadis secara makna, atau yang mengalami keraguan akan susunan matan hadis yang diriwayatkannya, agar menambahkan kata-kata kama Qala atau yang semakna dengannya, setelah menyatakan matan hadis yang bersangkutan.
•    Kebolehan periwayatan hadis secara makna hanya terbatas pada masa sebelum dibukukan (kodifikasi)-nya, maka periwayatan hadis harus secara lafaz.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka para perawi tidaklah bebas dalam meriwayatkan Hadis secara makna. Namun demikian, kebolehan melakukan periwayatan secara makna tersebut telah memberi peluang untuk terjadinya keragaman susunan redaksi matan Hadis, yang sekaligus akan membawa kepada terjadinya perbedaan, yang dalam hal ini yang dimaksudkan adalah redaksi Hadis itu sendiri.
















BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang berati mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya atau yang sah). Secara temionologis,difinisi sanad iyalah : ” silsilah orang-orang yang mehubungkan kepada matan hadis”. Jadi pengertian sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadits.
Kegiatan pendokumentasian hadis, terutama pengumpulan dan penyimpanan hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tulisan yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’I al-tabi’in dan mereka yang datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu disebut dengan sanad, sampai pada generasi yang membukukan hadis-hadis tersebut. Status dan kualitas suatu hadis apakah dapat diterima atau ditolak tergantung kepada sanad dan matan hadis tersebut. Apabila syaratnya tidak terpenuhi maka hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Sering dijumpai  dalam kitab-kitab hadis perbedaan redaksi dari matan suatu hadis mengenai satu masalah yang sama. Hal ini tidak lain adalah karena terjadinya periwayatan hadist yang dilakukan secara maknanya saja (riwayat bil-ma’na), bukan berdasarkan oleh Rasulullah.Jadi, periwayatan Hadis yang dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan kandungan atau redaksi matan dari suatu hadis.

III.2. Saran

    Dari uraian diatas maka penulis menyadari bahwa banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu pemakalah mohon kritikan dan saran yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://alfiahkhoiriasyir.blogspot.com/2013/05/makalah-pengertian-sanad-dan-matan.html

http://dadsrahbenee.blogspot.com/2013/05/mengenal-sanad-dan-matan-hadits.html

http://ruruls4y.wordpress.com/2012/03/27/makalah-sanad-matan/

https://www.academia.edu/























x



Tidak ada komentar:

Posting Komentar