Selasa, 12 Mei 2015

Resume Ilmu Fiqih (part 2)



Resume
Ushul Fiqih




HUKUM SYARAK
Ø  Menurut bahasa artinya memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan.
Ø  Menurut istilah artinya seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang ditetapkan dan diakui oleh suatu negara atau kelompok masyarakat, berlaku dan mengikat untukseluruh anggotanya.
Ø  Dapat disimpulkan bahwa hukum syarak adalah seperangkat aturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat beragama islam.
Ø  Pembagian hukum syarak
1.      Hukum Taklifi : Titah Allah yang berbentuk tuntutan (perintah dan larangan) dan pilihan
2.      Wad’i : Titah yang berbentuk ketentuan yang ditetapkan Allah tidak langsung mengatur perbuatan mukallaf, tapi berkaitan dengan perbuatan mukallaf itu. Misal: tergelincirnya matahari menandakan masuk waktu luhur
Ø  Hukum Taklif:
1.      Wajib: Mesti atau harus dikerjakan
2.      Sunat: Anjuran atau sebaiknya dikerjakan
3.      Mubah: Pilihan
4.      Haram: Mesti atau harus ditinggalkan
5.      Makruh: Sebaiknya ditinggalkan
Ø  Hukum Wad’i
1.      Sebab: Sebab dilaksanakan
2.      Syarat: Ketentuan sahnya apa yang dikerjakan
3.      Mani/penghalang :penghalang untuk tidak mengerjakan
4.      Sah: Terpenuhi syarat dan hukumnya
5.      Batal: Tidak terpenuhi syarat dan hukumnya
Ø  Hakim, Mahkum Fih dan Mahkm Alaih
·         Hakim: Yang membuat hukum, yang memutuskan, menetapkan hukum
QS. Al-An’am/6:57 (yang menetapkan hukum tiada lain kecuali Allah)
·         Mahkum Fih: Perbuatan yang terkait dengan hukum
·         Mahkum Alaih: Pelaku hukum mukallah. Orang yang dikenai  hukum, dituntut untuk berbuat atau tidak berbuat


ISTIHSAN
Ø  Menurut bahasa berarti menganggap sesuatu yang baik.
Ø  Menurut istilah berarti memakai kias khafi (samar-samar) dan meninggalkan kias Jali (jelas), yang selanjutnya disebut istihsan kias.
Ø  Dapat disimpulkan bahwa istihsan adalah hukum pengecualian dari kaidah-kaidah yang berlaku karena ada petunjuk untuk hal tersebut. Selanjutnya disebut istihsan Istisna’i.
Ø  Istihsan Kias (qiyasi)
      Meninggalkan kias jali, lalu mengambil kias khafi, karena lebih besar kemaslahatannya. Contoh: Menurut kias jali, hak pengairan yang berada di atas tanah pertanian yang diwakafkan, tidak dianggap ikut diwakafkan, kecuali ditegaskan dalam ikrar wakaf, disamakan (dikiaskan) dengan praktik jualbeli, karena sama-sama menghilangkan/memindahkan hak milik. Wakaf disamakan dengan sewa menyewa untuk manfaat yang lebih besar.
Ø  Istihsan Istisna’i
1.      Istihsan bi al-nas yaitu hukum pengecualian berdasarkan nas dari kaidah yang bersifat umum, yaitu makan dalam keadaan berpuasa, telah rusak hukum dasarnya, yaitu menahan diri dari yang membatalkan puasa. Namun karena lupa seperti hadis nabi saw “Barangsiapa lupang sedang ia berpuasa, kemudian ia makan dan minum, hendaklah menyelesaikan puasanya” HR.Bukhari
2.      Istihsan berdasarkan Ijmak, misalnya pesanan untuk mebuat lemari. Kaidah umum, praktik seperti ini tidak diperbolehkan, karena pada waktu mengadakan akad pesanan, barang yang akan dijualbelikan tersebut belum ada (memperjualbelikan barang yang belum ada waktu melakukan akad dilarang dalam hadist, HR Abu Daud)
3.      Istihsan yang berdasarkan urf (adat/kebiasaan). Misalnya boleh mewakafkan benda bergerak, seperti buku-buku dan perkakas rumah tangga. Kaidah umum, wakaf hanya dibolehkan benda yang bersifat menetap, tidak bergerak seperti tanah. Kebolehan wakaf benda bergerak hanya menurut kebiasaan diberbagai negeri yang membolehkannya
4.      Istihsan yang didasarkan maslahah mursalah. Misalnya mengharuskan ganti rugi atas diri seorang penyewa rumah, jika peralatan rumah itu ada yang rusak ditangannya, kecuali kerusakan karena bencana alam. Kaidah seorang penyewa tidak dikenakan ganti rugi, jika ada yang rusak kecuali disebabkan kelalaiannya (guna menjaga amanah).


AL-MASLAHAH AL-MURSALAH
Ø  Menurut bahasa al-maslahah berarti manfaat dan kata al-mursalah berati lepas
Ø  Menurut istilah yaitu sesuatu yang dianggap maslahat tetapi tidak ada ketegasan untuk merealisasikannya dan tidak pula ada dalil tertentu yang mendukung atau menolaknya (maslahah yang lepas dari dalil secara khusus)
Ø  Macam-macam al-maslahah al-mursalah
1.      Al-maslahah al-mu’tabarah, maslahah yang secar tegas diakui syariat dan telah ditetapkan ketetuan hukum untuk merealisasikannya. Misalnya perintah berjihad untuk memelihara agama. Kisas untuk memelihara jiwa
2.      Al-maslahah al-mursalah,tidak ada nas yang tegas memerintahkan, juga menolaknya. Misalnya peraturan lalu lintas dengan rambu-rambunya
3.      Al-maslahah al-mulqhah, jenis maslahah yang bertentangan dengan bukti tekstual. Misalnya pembagian harta warisan bagi anak laki-laki sama dengan 2 kali perempuan
Ø  Al-maslahah menurut kualitas dan kepentingannya dibagi atas tiga:
1.      Dharuriyah: sangat dibutuhkan guna tegaknya kemaslahatan dunia dan akhirat. Kalau tidak ada kemaslahatan dunia tidak tecapai, bahkan menjadi binasa di dunia dan mendapat siksa di akhirat. Misalnya memelihara agama, jiwa, akal, keturunan/kehormatan dan harta.
2.      Hajjiyah: jenis maslahah untuk menghilangkan kesulitan, kalau tidak tercapai manusia hanya mendapat kesulitan, tidak sampai binasa. Misal: kebolehan mengkasar solat
3.      Tahsiniyyah: jenis maslahah untuk menjaga kehormatan dan kesopanan. Misalnya melindungi perempuan agar tidak melakukan sendiri akad nikahnya


ISTISHAB
Ø  Menurut bahasa berati meminta ikut secara terus menerus
Ø  Menurut istilah berarti menganggap tetapnya status sesuatu seperti keadaannya semula sebelum terbukti ada sesuatu yang mengubahnya
Ø  Dapat disimpulkan bahwa istishab adalah menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada atau tidak ada bukti yang mengubah kedudukannya
Ø  Macam-macam istishab
1.      Istishab al-ibahah al-ashliyah: hukum asal mubah di bidang muamalah. Hukum dasar dari sesuatu yang bermanfaat boleh dilakukan selama tidak ada dalil yang melarangnya
2.      Istishab al-bara’ah ashliyah: setiap orang bebas dari tuntutan sampai ada dalil yang mengubahnya
3.      Istishab al-hukm : tetapnya status hukum yang telah ada selama tidak ada bukti yang mengubahnya. Misalnya sebidang tanah dianggap ada selama tidak ada yang mengubahnya
4.      Istishab al-washf: masih tetapnya sifat yang diketahui ada sebelumnya sampai ada dalil yang mengubahnya. Misalnya sifat hidup seseorang yang hilang tetapi dianggap masih hidup sampai ada bukti bahwa telah wafat



AL-URUF
Ø  Istilah dalam mujtahid dalam merumuskan hukum
Ø  Ain, ra, fa : sesuatu yang baik atau dikenal
Ø  Menurut istilah berarti sesuatu yang dikanal oleh masyarakat banyak atau pada umumnya menjadi tradisi dan dijunjung tinggi oleh masyarakat
Ø  Al-uruf secara objek terbagi atas 2 yaitu
1.      Al-uruf kaulan (ucapan)
2.      Al-uruf amalan (perbuatan)
Ø  Al-uruf secara materi terbagi atas 2 yaitu
1.      Uruf shahih : uruf yang sesuai dengan nilai dan norma ajaran islam
2.      Uruf fasih : Uruf yang bertentangan dengan ajaran islam, mengandung kemusyrikan atau kemudharatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar